Senin, 02 Januari 2012

Basel I dan II

Basel I adalah suatu istilah yang merujuk pada serangkaian kebijakan bank sentral dari seluruh dunia yang diterbitkan oleh Komite Basel pada tahun 1988 di Basel, Swiss sebagai suatu himpunan persyaratan minimum modal untuk bank. Rekomendasi ini dikukuhkan dalam bentuk aturan oleh negara-negara Group of Ten (G10) pada tahun 1992. Basel I secara umum telah ditinggalkan dan digantikan oleh himpunan pedoman yang lebih komprehensif, yang disebut Basel II, yang sedang diterapkan oleh beberapa negara.
IMPLEMENTASI BASEL II DI INDONESIA
:: Peningkatan Standardisasi Perhitungan Kecukupan Modal
Bank merupakan suatu perusahaan yang menjalankan fungsi intermediasi atas dana yang diterima dari nasabah. Jika sebuah bank mengalami kegagalan, dampak yang ditimbulkan akan meluas mempengaruhi nasabah dan lembaga-lembaga yang menyimpan dananya atau menginvestasikan modalnya di bank, dan akan menciptakan dampak ikutan secara domestik maupun pasar internasional.
Karena pentingnya peran bank dalam melaksanakan fungsinya maka perlu diatur secara baik dan benar. Hal ini bertujuan utnuk menjaga kepercayaan nasabah terhadap aktivitas perbankan. Salah satu peraturan yang perlu dibuat untuk mengatur perbankan adalah peraturan mengenai permodalan bank yang berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian.
Mengingat pentingnya modal pada bank, pada tahun 1988 BIS mengeluarkan suatu konsep kerangka permodalan yang lebih dikenal dengan the 1988 accord (Basel I). Sistem ini dibuat sebagai penerapan kerangka pengukuran bagi risiko kredit, dengan mensyaratkan standar modal minimum adalah 8%. Komite Basel merancang Basel I sebagai standar yang sederhana, mensyaratkan bank-bank untuk memisahkan eksposurnya kedalam kelas yang lebih luas, yang menggambarkan kesamaan tipe debitur. Eksposur kepada nasabah dengan tipe yang sama (seperti eksposur kepada semua nasabah korporasi) akan memiliki persyaratan modal yang sama, tanpa memperhatikan perbedaan yang potensial pada kemampuan pembayaran kredit dan risiko yang dimiliki oleh masing-masing individu nasabah.Sejalan dengan semakin berkembangnya produk-produk yang ada di dunia perbankan, BIS kembali menyempurnakan kerangka permodalan yang ada pada the 1988 accord dengan mengeluarkan konsep permodalan baru yang lebih di kenal dengan Basel II. Basel II dibuat berdasarkan struktur dasar the 1988 accord yang memberikan kerangka perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive) serta memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko di bank. Hal ini dicapai dengan cara penyesuaian persyaratan modal dengan risiko dari kerugian kredit dan juga dengan memperkenalkan perubahan perhitungan modal dari eksposur yang disebabkan oleh risiko dari kerugian akibat kegagalan operasional.

Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan, dengan menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis risiko, supervisory review process, dan market discipline. Framework Basel II disusun berdasarkan forward-looking approach yang memungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian dari waktu ke waktu. Hal ini untuk memastikan bahwa framework Basel II dapat mengikuti perubahan yang terjadi di pasar maupun perkembangan-perkembangan dalam manajemen risiko.

Nama : Siti Nurloli Hidayat
NPM : 21208412
Kelas : 4EB03

kasus pembobolan dana melalui kartu pembayaran

(Vibiznews-Banking)- Kasus pembobolan (fraud) dana melalui kartu pembayaran (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu/APMK) meningkat signifikan pada Oktober 2011.

Bank Indonesia (BI) mencatat berdasarkan data terakhir atau selama Oktober 2011 ini terjadi 1.954 kasus fraud APMK dengan nilai kerugiannya mencapai Rp 3,08 miliar. Angka ini merupakan rekor tertinggi selama tahun 2011. "Fraud menggunakan kartu kredit serta ATM dan debit ini melanjutkan tren bulan sebelumnya dimana tercatat 1.778 kasus, meskipun pada Agustus 2011 tersebut pembobolan dana mencapai level terendah sepanjang 2011, yakni 1.094 kasus," jelas BI seperti dikutip detikFinance dalam Publikasi Sistem Pembayaran, Senin (2/1/2011). BI mengungkapkan total selama periode Januari hingga Oktober 2011 telah terjadi 15.997 kasus pembobolan dana nasabah dengan nilai Rp 30,61 miliar. Jumlah kasus tersebut masih di bawah yang terjadi selama 2010 yakni 18.122 kasus dengan nilai Rp 55,22 miliar.
Bank sentral mencatat ada 11 modus operandi dalam fraud kartu pembayaran, a.l. pencurian kartu, menggunakan data palsu ketika membuat kartu pembayaran dan menggandakan kartu dengan mencuri data nasabah. Berikut contoh-contoh fraud yang kerap terjadi di APMK yakni :

1. Fraudulent Applications/FA
Fraudulent application merupakan jenis fraud yang dilakukan fraudster atau pembobol yang berpura-pura sebagai calon pemegang kartu dengan cara memberikan data-data identitas palsu pada saat pengisian formulir pengajuan kartu baik itu kartu kredit, ATM, dan Debet.

2. Account Takeover
Fraud jenis ini dilakukan oleh fraudster dengan cara mengubah identitas pemilik kartu seperti alamat yang terdaftar pada kartu yang telah ada sebelumnyaUnauthorized Use of Account Numbers Fraudster menggunakan kartu yang bukan miliknya untuk melakukan pembelanjaan melalui mekanisme transaksi yang tidak membutuhkan keberadaaan kartu (card not present) dan transaksi bersifat online. Biasanya fraudster hanya membutuhkan identitas lengkap pemilik kartu. Transaksi belanja ini akan ditagihkan kepada pemilik kartu atau account yang sah, sementara produk/jasa yang telah dibeli melalui fasilitas online diterima oleh fraudster. Akibatnya pemilik kartu dibebankan kewajiban pembayaran yang tidak pernah dilakukan sebelumnya oleh si pemilik kartu.
3. Counterfeit Cards and Skimming
Counterfeit cards dan skimming adalah jenis fraud yang paling banyak terjadi. Mekanismenya lebih canggih dibandingkan dengan fraud jenis lain. Fraud jenis ini biasanya terjadi pada kartu yang masih menggunakan magnetic stripe sebagai media penyimpan data.
Ketika kita berbelanja dan bertransaksi menggunakan kartu debet, kita akan memberikan kartu untuk digesek di mesin yang dinamakan Electronic Data Capture (EDC) oleh cashier. EDC tersebut merupakan mesin yang bekerja untuk meng-capture data identitas pemilik kartu dan transaksi yang dilakukannya untuk kemudian dicetak ke dalam kartu yang lain (dipalsukan) untuk digunakan sebagaimana kartu aslinya.


4. ATM Scams
Mekanisme fraud ini sering ditemukan pada tempat-tempat dimana mesin ATM dipasang. Biasanya di tempat-tempat umum yang kurang ketat penjagaannya maupun di lingkungan yang sepi. Mesin ATM dipasang alat sejenis perekam maupun kamera yang dapat merekam no PIN yang dimasukkan oleh pemilik kartu. Mekanismenya berbeda-beda. Ada yang dilakukan dengan cara memasukkan alat perekam data pada slot tempat kartu dimasukkan maupun kamera yang dipasang tersembunyi untuk merekam penginputan PIN oleh pemilik kartu.

5. Not Received Items (NRI)
Apakah Anda pernah mengajukan permohonan untuk memiliki kartu kredit tapi kartu tersebut tridak pernah sampai ke tangan Anda ? Bisa saja kartu atas nama Anda telah di-fraud. Fraud yang mungkin terjadi dan dikenal dengan istilah Not Received Items (NRI).

Fraudster bisa saja adalah orang dalam maupun orang luar yang mendapatkan informasi mengenai pengiriman kartu. Untuk mengantisipasi fraud ini, seluruh penyelenggara APMK telah menjalankan serangkaian Sistem Operation Procedure (SOP) bahwa ketika dalam waktu 30 hari kartu tidak diterima oleh pemilik kartu, maka otomatis account pada kartu tersebut diblokir oleh penyelenggara yang menerbitkan.
6. Identity Theft
Fraud jenis ini merupakan salah satu modus yang paling marak saat ini. Dengan sedikit informasi identitas pemilik kartu , fraudster sudah dapat melakukan sejumlah modus kejahatan baik itu penipuan maupun pencurian, seperti membuka rekening di bank dan menerbitkan cek kosong, membuka account kartu kredit kemudian tidak bertanggung jawab menyelesaikan kewajibannya dan lain sebagainya.

Nama : Siti Nurloli Hidayat
NPM : 21208412
Kelas : 4EB03
Alamat blog :http://www.vibiznews.com/news/banking_insurance/2012/01/02/kerugian-kasus-fraud-apmk-capai-rp-308-miliar/