Sabtu, 16 Juni 2012

UKURAN KINERJA


Ukuran kinerja ini membahas mengenai sistem ukuran kinerja, yang menggabungkan informasi keuangan dengan informasi non keuangan. Tujuan dari sistem ukuran kinerja adalah untuk membantu menerapkan strategi.
1.      Sistem Ukuran Kinerja
Cita-cita dari sistem ukuran kinerja adalah untuk mengimplementasikan strategi. Dalam menetapkan sistem tersebut, manajemen memilih ukuran-ukuran yang paling mewakili strategi perusahaan. Ukuran ini  dapat dilihat sebagai factor keberhasilan penting masa kini dan masa depan.
·         Keterbatasan Sistem Pengendalian Keuangan
Tujuan utama dari suatu perusahaan bisnis adalah untuk mengoptimalkan tingkat pengembalian pemegang saham. Tetapi, megoptimalkan profitabilitas jangka pendek tidak selalu menjamin tingkat pengembalian yang optimum bagi pemegang saham karena nilai pemegang saham mencerminkan nilai sekarang bersih (net present value-NPV) dari perkiraan laba masa depan. Beberapa alasan yang hanya mengandalkan ukuran-ukuran keuangan dapat menjadi fungsional:
      Pertama, hal itu dapat mendorong tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan kepentingan jangka panjang perusahaan. Semakin besar tekanan yang diberikan untuk mencapai tingkat laba saat ini, semakin besar kemungkinan bahwa manajaer unit bisnis akan mengambil tindakan jangka pendek yang mungkin salah dalam jangka panjang.
Kedua,, manajer unit bisnis mungkin tidak mengambil tindakan yang berguna untuk jangka panjang, guna memperoleh laba jangka pendek.
Ketiga, menggunakan laba jangka pendek sebagai satu-satunya tujuan mendistorsi komunikasi antara manajer unit bisnis dengan manajemen senior. Jika manajer unit bisnis dievaluasi berdasarkan anggaran laba mereka, mereka mungkin mencoba untuk menetapkan target laba yang mudah dicapai, sehingga mengarah pada data perencanaan yang salah untuk seluruh perusahaan karena laba yang dianggarkan mungkin saja lebih rendah dari yang seharusnya dapat dicapai.
Keempat, pengendalian keuangan yang ketat dapat memotivasi manajer untuk memanipulasi data. Ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Pada satu tingkat, manajer bias saja memilih metode akuntansi yang meminjam dari laba masa depan untuk memenuhi target periode sekarang.
Kesimpulannya, mengandalkan pada ukuran keuangan saja adalah tidak mencukupi untuk memastikan bahwa strategi akan dilaksanakan dengan sukses. Solusinya adalah untuk mengukur dan mengevaluasi manajer unit bisnis menggunakan berbagai ukuran, baik nonkeuangan maupun keuangan. Ukuran nonkeuangan yang mendukung implementasi strategi disebut factor kunci keberhasilan atau indicator kunci kinerja.
Perusahaan lebih cenderung untuk menggunakan ukuran nonkeuangan ditingkat yang lebih rendah dalam organisasi untuk pengendalian tugas dan penilaian keuangan ditingkat yang lebih tinggi untuk pengendalian manajemen. Campuran dari ukuran keuangan dan nonkeuangan sebenarnya diperlukan di semua tingkatan dalam organisasi. 

  •          Balanced Scorecard
Balanced scorecard adalah suatu contoh dari sistem ukuran kinerja. Menurut para pendukung pendekatan ini, unit bisnis harus diberikan cita-cita dan diukur dari empat perspektif berikut ini:
1.      Keuangan (contohnya: margin laba, tingkat pengembalian atas aktiva, arus kas)
2.      Pelanggan (contohnya: pangsa pasar, indeks kepuasan pelanggan)
3.      Bisnis internal (contohnya: retensi karyawan, pengurangan waktu siklus)
4.      Inovasi dan pembelajaran (contohnya persentase penjualan dari produk baru).

Balanced scorecard memlihara keseimbangan antara ukuran-ukuran strategis yang berbeda dalam suatu usaha mencapai keselarasan cita-sita, sehingga dengan demikian mendorong karyawan untuk bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik organisasi. Dalam menciptakan balanced scorecard, eksekutif harus memilih bauran dari ukuran yang: (1) scara akurat mencerminkan factor kunci yang akan menentukan keberhasilan strategi perusahaan;(2) menunjukkan hubungan antara ukuran-ukuran individual dalam hubungan sebab-akibat, mengindikasikan bagaimana ukuran-ukuran nonkeuangan memengaruhi hasil keuangan jangka panjang; dan (3) memberikan pandangan luas mengenai kondisi perusahaan saat ini.
 
  •     Sistem Penilain Kinerja : Pertimbangan Tambahan
Suatu sistem penilaian kinerja berusaha untuk memenuhi kebutuhan dari pihak pemangku kepentingan (stakeholders) yang berbeda dari organisasi perusahaan dengan menciptakan campuran dari ukuran-ukuran strategis, ukuran hasil dan pemicu, ukuran keuangan dan nonkeuangan, serta ukuran internal dan eksternal.
  
a.       Ukuran Hasil dan Pemicu
Ukuran hasil mengindikasikan hasil dari suatu strategi (misalnya meningkatnya pendapatan). Ukuran ini biasanya merupakan “indicator yang terlambat” yang memberitahu manajemen mengenai apa yang telah terjadi. Sebaliknya, ukuran pemicu merupakan “indicator yang mendahului” yang menunjukkan kemajuan dari bidang-bidang kunci dalam mengimplementasikan suatu strategi, contohnya adalah waktu siklus.
Ukuran hasil dan pemicu adalah sangat terkait. Jika ukuran hasil mengindikasikan bahwa ada suatu masalah namun ukuran pemicu menunjukkan bahwa strategi tersebut diimplementasikan dengan baik, maka kemungkinan besar bahwa strategi tersebut perlu di ubah.
b.      Ukuran Keuangan dan Nonkeuangan
Organisasi telah mengembangkan sistem yang sangat canggih untuk mengukur kinerja keuangan. Namun tahun 1980-an di AS banyak industry yang dipicu oleh perubahan dlam bidang nonkeuangan, seperti kualitas dan kepuasan pelanggan, yang pada akhirnya memengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Banyak organisasi yang gagal untuk memasukkannya dalam tinjauan kinerja tingkat ksekutif karena ukuran-ukuran ini cenderung kurang canggih dibandingkan dengan ukuran keuangan dan manajer senior kurang terampil dalam menggunakannya.
c.       Ukuran Internal dan Eksternal
Perusahaan harus mencapai keseimbangan antara ukuran-ukuran eksternal, seperti kepuasan pelanggan, dengan ukuran-ukuran dari proses bisnis internal, seperti hasil produksi. Terlalu sering perusahaan mengorbankan pengembangan internal untuk memperoleh hasil eksternal, karena secara salah meyakini bahwa ukuran internal yang bagus sudah mencukupi.
  •   Pengukuran Memicu Perubahan
Aspek yang paling penting dari system pengukuran kinerja adalah kemampuannya untuk mengukur hasil dan pemicu sedemikian rupa sehingga menyebabkan organisasi bertindak sesuai dengan strateginya. Organisasi tersebut mencapai keselarasan cita-cita dengan cara mengaitkan tujuan keuangan dan strategi keseluruhan dengan tujuan di tingkat lebih rendah yang dapat dipantau dan dipengaruhi di tingkatan organisasi yang berbeda. Dengan ukuran-ukuran ini, semua karyawan dapat memahami bagaimana tindakan mereka mempengaruhi strategi perusahaan.
Karena ukuran-ukuran ini secara eksplisit terkait dengan strategi suatu organisasi, maka ukuran-ukuran dalam scorecard harus spesifik untuk strategi tertentu dan oleh karena itu spesifik untuk organisasi tertentu. Walaupun ada kerangka pengukuran kinerja yang generik, tidak ada scorecard yang generik.
Ukuran-ukuran scorecard dikaitkan dari atas ke bawah dan dikaitkan dengan target tertentu di seluruh organisasi. Tujuan dapat menjelaskan suatu strategi lebih lanjut sehingga organisasi tersebut mengetahui apa yang perlu dilakukan dan berapa banyak yang harus diselesaikan.
Terakhir, scorecard menekankan  gagasan mengenai hubungan sebab akibat antara ukuran-ukuran tersebut. Dengan menampilkan secara eksplisit hubungan sebab akibat tersebut, suatu organisasi  akan memahami bagaimana ukuran-ukuran nonkeuangan (misalnya: kualitas produk) memicu ukuran-ukuran keuangan (misalnya: pendapatan).
Scorecard bukanlah sekedar daftar ukuran. Melainkan, masing-masing ukuran dalam scorecard harus dikaitkan satu sama lain secara eksplisit dalam hubungan sebab akibat, sebagai suatu alat untuk menerjemahkan strategi menjadi tindakan.
Semakin baik hubungan ini dipahami, maka semakin siap pula setiap individu dari organisasi untuk memberikan kontribusi secara langsungdan jelas terhadap keberhasilan strategi organisasi.

Ø  Faktor Kunci Keberhasilan

Disini akan dibahas mengenai beberapa ukuran nonkeuangan, yang juga disebut dengan factor kunci keberhasilan. Disini akan ditekankan bahwa lebih sedikit variable kunci yang dipilih untuk suatu unit bisnis tertentu daripada jumlah variable yang dijelaskan di bawah ini.
    1.      Variable Kunci yang Berfokus pada Pelanggan
Variabel-variabel kunci berikut ini focus pada pelanggan:
·         Pemesanan. Dikebanyakan unit bisnis, beberapa aspek dari volume penjualan adalah variable kunci. Idealnya, ini adalah pesanan penjualan yang tercatat, karena perubahan yang tidak terduga dalam variable ini dapat berakibat pada masa depan seluruh bisnis tersebut. Karena pesanan mendahului pendapatan penjualan, maka pesanan merupakan indicator yang lebih baik dibandingkan dengan pendapatan penjualan itu sendiri.
·         Pesanan tertunda. Sebagai suatu indikasi mengenai ketidakseimbangan antara penjualan dan produksi, pesanan tertunda dapat menandakan ketidakpuasan pelanggan.
·         Pangsa pasar. Kecuali jika pangsa pasar diamati secara ketat, penurunan dalam posisi kompetitif suatu unit bisnis dapat dikaburkan oleh peningkatan yang dilaporkan dalam volume penjualan yang disebabkan oleh pertumbuhan industry secara keseluruhan.
·         Pesanan dari pelanggan kunci. Dalam unit bisnis yang menjual produknya pada peritel, pesanan yang diterima dari pelanggan-pelanggan penting tertentu (department store besar, rantai toko diskon, supermarket, pesanan lewat pos) dapat mengindikasikan diawal mengenai keberhasilan seluruh strategi pemasaran.
·         Kepuasan pelanggan. Hal ini dapat diukur melalui survei pelanggan, pendekatan “pembeli misterius,” dan jumlah surat keluhan.
·         Retensi pelanggan. Hal ini dapat diukur melalui lamanya hubungan dengan pelanggan.
·         Loyalitas pelanggan. Hal ini dapat diukur dalam pembelian berulang, referensi yang diberikan oleh pelanggan, dan penjualan ke pelanggan tersebut sebagai persentase dari total kebutuhan pelanggan itu untuk produk atau jasa yang sama.
·          

          2.      Variable Kunci yang Berkaitan dengan Proses Bisnis Internal
Variable kunci berikut ini berkaitan dengan proses bisnis internal:
·         Utilisasi kapasitas. Tingkat utilisasi kapasitas adalah sangat penting dalam bisnis dimana biaya tetap adalah tinggi (misalnya: produsen kertas, baja, alumunium).
·         Pengiriman tepat waktu.
·         Perputaran persediaan.
·         Kualitas. Indicator dari kualitas mencakup jumlah unit cacat yang dikirimkan oleh tiap pemasok, jumlah dan frekuensi dari pengiriman yang terlambat, jumlah komponen dalam suatu produk, persentase komponen yang umum vs komponen yang unik dalam suatu produk, persentase hasil, first-pass yields (yaitu: persentase unit yang selesai tanpa pengerjaan kembali).
·         Waktu siklus. Persamaan ini untuk waktu siklus adalah alat yang digunakan untuk menganalisis kebutuhan persediaan.
Waktu siklus = Waktu pemrosesan + Waktu penyimpanan + Waktu pemindahan + Waktu inspeksi
Hanya elemen pertama, waktu pemrosesan, yang menambah nilai pada produk. Tiga elemen lainnya tidak menambah nilai apapun pada produk. Oleh karena itu, analisis tersebut berusaha untuk mengidentifikasikan semua aktivitas yang tidak menambah nilai pada produk secara langsung dan untuk menghilangkan, atau mengurangi biaya, dari aktivitas-aktivitas ini. Misalnya, memindahkan barang dalam proses dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya tidaklah menambah nilai,sehingga dilakukan suatu usaha untuk mengatur kembali lokasi dari stasiun-stasiun kerja untuk meminimalkan biaya transportasi.
Suatu system just-in-time memusatkan perhatian manajemen pada waktu selain fokus tradisional pada biaya. Salah satu cara yang efektif untuk memantau kemajuan atas just-in-time adalah dengan menghitung rasio berikut ini:
Lama proses
Waktu siklus
Perusahaan dapat menetapkan target untuk rasio ini dan memantau kemajuannya terhadap target untuk rasio ini dan memantau kemajuannya terhadap target. Hasil terbaik dapat dicapai dengan menekankan pada perbaikkan secara kontinu dalam rasio ini kea rah angka ideal sebesar 1.
  •             Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja
Implementasi dari suatu sistem pengukuran kinerja melibatkan empat langkah umum:
1.      Mendefinisikan strategi.
2.      Mendefinisikan ukuran-ukuran dari strategi.
3.      Mengintegrasikan ukuran-ukuran ke dalam system manajemen.
4.      Meninjau ukuran dan hasilnya secara berkala.

1.      Mendefinisikan Strategi
Proses mendefinisikan scorecard dimulai dengan mendefinisikan strategi organisasi. Dalam tahap ini adalah penting bahwa cita-cita organisasi dinyatakan secara eksplisit dan target telah dikembangkan.
      Untuk perusahaan dalam satu industry, scorecard tersebut sebaiknya dikembangkan ditingkat korporasi dan kemudian diturunkan ke tingkat fungsional dan tingkatan di bawahnya. Tetapi untuk perusahaan multibisnis, scorecard sebaiknya dikembangkan di tingkat unit bisnis.

2.      Mendefinisikan Ukuran dari Strategi
Langkah berikutnya adalah untuk mengembangkan ukuran-ukuran guna mendukung strategi yang telah dinyatakan. Organisasi tersebut harus fokus pada sedikit ukuran-ukuran penting pada titik ini atau manajemen akan dibanjiri dengan ukuran. Demikian pula, adalah penting bahwa masing-masing ukuran individual dapat dikaitkan satu sama lain dalam hubungan sebab akibat.

3.      Mengintegrasikan Ukuran ke Dalam Sistem Manajemen
Scorecard haruslah diintegrasikan baik dengan struktur formal maupun informal dari organisasi, budaya, serta praktik sumber daya manusia. Misalnya efektifitas scorecard akan dikompromikan jika kompensasi manajer didasarkan hanya pada kinerja keuangan.

4.      Meninjau ukuran dan hasilnya secara berkala
Ketika Scorecard dijalankan, Scorecard tersebut harus ditinjau secara konsisten dan terus-menerus oleh manajemen senior. Organisasi tersebut sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut ini:
·         Bagaimana kondisi organisasi menurut ukuran hasil?
·         Bagaimana kondisi organisasi menurut ukuran pemicu?
·         Bagaimana kondisi organisasi berubah sejak tinjauan terakhir?
·         Bagaimana ukuran Scorecard berubah?
  •        Aspek yang paling penting dari tinjauan ini adalah sebagai berikut:
·         Menginformasikan kepada manajemen mengenai apakah strategi tersebut telah dilaksanakan dengan benar dan seberapa berhasil strategi itu bekerja.
·         Menunjukkan bahwa manajemen serius mengenai pentingnya ukuran-ukuran ini.
·         Menjaga agar ukuran-ukuran tersebut sejajar dengan strategi yang selalu berubah.
·         Memperbaiki pengukuran.
  •   Kesulitan dalam Mengimplementasikan Sistem Pengukuran Kinerja
  • Korelasi yang Buruk antara Ukuran Nonkeuangan dengan Hasilnya
Tidak ada jaminan bahwa profitabilitas masa depan akan mengikuti pencapaian target di bidang nonkeuangan manapun. Ini merupakan masalah yang serius karena ada asumsi yang melekat bahwa profitabilitas masa depan mengikuti pencapaian ukuran individual.
  •  Terpaku pada Hasil Keuangan
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, tidak hanya bahwa para manajer paling senior terlatih dan terbiasa dengan ukuran keuangan, tetapi mereka juga sering merasakan tekanan berkaitan dengan kinerja keuangan dari perusahaan mereka.

       1.      Ukuran-Ukuran tidak diperbaharui

Banyak perusahaan tidak memiliki mekanisme formaol untuk memperbaharui ukuran –ukuran tersebut agar selaras dengan perubahan dalam strategisnya, Akibatnya, perusahaan terus menggunakan ukuran-ukuan yang di dasarkan pada strategi yang lalu. Terutama sering menimbulkan kemalasan yaitu ketika orang mulai merasa nyaman menggunakannya.

        2.      Terlalu banyak pengeluaran

Manajer tersebut mengabaikan ukuran-ukuran yang penting untuk memantau pelaksanaan strategi. Jika terlalu banyak ukuran, maka manajer beresiko kehilangan focus karena mencoba untuk melakukan banyak hal pada waktu yang sama.

        3.      Kesulitan dalam menetapkan Trade--off

Beberapa perusahaan menggabungkan ukuran keuangan dan non keuangan dalam satu laporan dan memberikan bobot pada masing-masing ukuran tersebut, Tetapi kebanyakan scorecard tidak memberikann bobot yang eksplisit kepada masing-masing ukuran ini. Tanpa pembobotan semacam itu, adalah sulit untuk menentukan pertukaran antara ukurann keuangan dan non keuangan.

  •         Praktik-praktik Pengukuran
Dalam praktik yaitu memberikan wawasan mengenai apa yang sebenernya diukur oleh perusahaan, kualitas yang dilihat dari ukuran-ukuran ini, serta ukuran apa yang dikaitkan dengan kompensasi.
a.       Jenin Ukuran
Studi Lingle dan schiemann menemukan bahwa 76 persen dari oerusahaan responden memasukan ukuran-ukuran keuangan, operasi, serta kepuasan pelanggan dalam tinjauan manajemmen regular, tetapi hanya 33 persen yang memasukkan ukuran-ukuran inovasi serta perubahan dalam tinjauan manajemen regular.

b.      Kuallitas dari ukuran
Dalam ini menunjukkan bahwa ukuran kinerja keuangan merupakan satu-satunya ukuran yang di anggap berkualitas tinggi, terkini, dan dikaitkan dengan kompensasi .

c.       Hubungan ukuran dengan Kompensasi
Kebanyakan system manajemen mengaitkan ukuran keuangan dengan kompensasi., sekitar sepertiganya menggunakan kepuasan pelanggan dan kurang dari seperempatnya menggunakan ukuran-ukuran  inovasi dan perubahan untuk memicu keputusan kompensasi.
  •          Pengendalian Interaktif

Peran utama dari pengendalian manajemen adalah untuk membantu pelaksanaan strategi, dari sisi ini, sebagaimana diindikasikan yaitu strategi yang terpilih mendefinisikan factor kunci keberhasilan yang menjadi titik pusat dari desain dan operasi system pengendalian , dan hasilnya mengimplementasi strategi yang berhasil.
Dalam lingkungan yang cepat berubah dan dinamis , menciptakan suatu organisasi pembelajaran adalah penting bagi kelangsungan hidup perusahaan.organisasi pembelajaran yang efektif yaitu merupakan suatu organisasi di mana karyawan pada semua tingkatan secara terus-menerus manatau lingkungannya,mengidentifikasikan masalah serta peluanga potensial, saling bertukar informasimengenai lingkungan secara terus terangdan terbuka, serta bereksperimen dengan model bisnis alternative guanadapat menyesuaikan diri dengan suksess terhadap lingkungan.
Tujuan utama dari pengendalian interaktif adalah untuk memfasilitasi terciptanya organisasi pembelajaran. Faktor kunci keberhasilan adalah penting dalam desain system pengendalian untuk mengimplementasikan startegi yang dipilih , ketidakpastian strategis memandukan penggunaan sekelompok informasi pengendalian manajemen secara interaktif dalam mengembangkan strategi baru
Ketidakpastian straregis adalah pergeseran lingkungan secara mendasar yang mungkin mengganggu aturan- aturan yang dijalankan oleh suatu organisasi

Rabu, 06 Juni 2012

Perpajakan Internasional

Sekilas Tentang Perpajakan Internasional
Jurnal Pajak & Akuntansi Tag :Perpajakan Internasional

Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional

Untuk memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Salah satu upaya untuk meminimalkan beban tersebut adalah dengan melakukan penghindaraan pajak berganda internasional.

Teori

Apakah prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam perpajakan internasional?
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional:
1.      Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
2.      Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional): Darimanapun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan yang berlaku.
3.      National Neutrality: Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.

Hasil atau Isi

Mengapa terjadi perpajakan berganda internasional?
Perpajakan berganda terjadi karena benturan antar klaim perpajakan. Hal ini karena adanya prinsip perpajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle) dimana penghasilan dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen (negara domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial (source principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan pajak dua kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Misalnya: PT A punya cabang di Jepang. Penghasilan cabang di jepang dikenakan pajak oleh fiskus Jepang. Lalu di Indonesia penghasilan itu digabung dengan penghasilan dalam negeri lalu dikalikan tarif pajak UU domestik Indonesia.
Bentokran klaim lebih diperparah bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara sama-sama mengklaim seorang subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia terkena pemajakan global dua kali. Misalnya: Mr. A bekerja di Indonesia lebih dari 183 hari namun setiap sabtu dan minggu ia pulang ke rumahnya di Singapura. Mr. A dianggap WPDN oleh Indonesia dan juga Singapura sehingga untuk wajib melapor dan membayar pajak untuk penghasilan globalnya pada Indonesia maupun Singapura.
Apa saja upaya untuk menghindari perpajakan berganda internasional?
1.      Tax Treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B): yaitu perjanjian antara 2 negara untuk menghindari pajak berganda untuk memajukan investasi antara 2 negara tersebut. Untuk active income, Biasanya negara sumber hanya berhak memajaki penghasilan dari cabang (BUT) dan penghasilan dari aset tak bergerak yang berhasil dari negara sumber tersebut. Bila ekspor-impor biasa tanpa BUT maka negara sumber tidak bisa memajaki. Penghasilan pegawai hanya boleh dipajaki bila melewati time-test atau dibayar oleh WPDN ataupun BUT. Untuk passive income seperti deviden, bunga dan royalti, kedua negara berhak memajaki namun terdapat pengurangan tarif.
2.      Kredit Pajak Luar Negeri: Yaitu jumlah pajak yang dibayarkan di luar negeri dapat dijadikan pengurang pajak penghasilan secara keseluruhan. Di Indonesia diatur dalam UU PPh pasal 24. Dimana kredit pajak luar negeri hanya sebatas: Penghasilan LN/(Semua penghasilan LN dan DN) x PPh terutang untuk semua penghasilan

Apa saja masalah-masalah dalam perpajakan internasional?
1.      Transfer Pricing: Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke perusahaan dengan hubungan istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih rendah dari harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga yang wajar, thin capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk mengurangi laba). Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT A punya anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang dengan bunga yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah namun tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual rugi (mark down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B Ltd. Di Indonesia, transfer pricing dicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak fiskus berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan DER (Debt Equity Ratio).
2.      Treaty Shopping: Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda namun malah memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak. Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat) dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB sehingga tax treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di negara yang menandatangani tax treaty.
3.      Tax Heaven Countries: Negara-negara yang memberikan keringanan pajak secara agresif seperti tarif pajak rendah, pengawasan pajak longgar telah membuat penerimaan pajak dari negara-negara berkembang merosot tajam. Negara tax heaven yang termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara lain Argentina, Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island, dll. Saat ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan tax avoidance (penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang gencar-gencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar terkena koreksi UU PPh Pasal 18. Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax treaty.

Analisis Hasil Jurnal

Perpajakan Internasional merupakan alat untuk mengetahui perbedaan pajak dalam negeri dan memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam Perpajakan Internasional menurut Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional yaitu Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik), Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional) dan National Neutrality.